Selasa, 26 Januari 2010

MENGGAPAI KASIH SEORANG IBU

JUST FOR MY MOM

Ibu, lihatlah kabut itu
Sejuk, lembut seperti kasihmu
Ibu, lihatlah senja itu
Anggun seperti aku mengenalmu
Ibu, jika waktu bisa membawamu padaku
Adakah kau mau kembali
Ibu, apakah surga lebih indah dari dunia
Hingga kau lebih suka di sana
Ibu, aku merindukanmu
Terlalu lama kau meninggalkanku
Ibu, kata orang
Surga ada di telapak kaki ibu
Jika ibu pergi terlalu jauh
Lalu di mana kudapatkan surga itu

Sajak di atas adalah sedikit penggambaran mengenai sosok ibu. Kurang lebih seperti itulah sosok ibu yang sempat saya kenal. Mungkin beberapa orang menganggapnya terlalu berlebihan jika kasih ibu diperumpamakan seperti kabut yang lembut dan seperti senja yang anggun karena mungkin beberapa orang di luar sana juga pernah mengalami hubungan yang kurang baik dengan ibu mereka.

Beberapa berita di media masa baik elektronik maupun cetak akhir-akhir ini juga banyak memuat berita yang mengabarkan adanya para ibu yang tega menelantarkan anak kandungnya, melakukan penyiksaan fisik maupun psikis, bahkan membunuh anaknya sendiri yang ia lahirkan dari rahimnya. Tak terbayangkan memang, bagaimana perasaan seorang anak jika ia telah tumbuh dewasa dan kemudian ia mengetahui bahwa ia pernah menjadi bulan-bulanan agresivitas ibu kandungnya pada masa-masa di mana ia seharusnya ada dalam buaian kasih sayang yang tulus dam memberikan kenyamanan serta rasa aman baginya yang masih belum berdaya.

Sakit hati, amarah, dan dendam mungkin ialah rasa yang bergelayut dalam hati anak itu. Tapi mungkin, ada pula yang dengan kedewasaannya, kemudian berusaha untuk memahami situasinya dan memilih untuk tidak mendendam karena pada kenyataannya di luar sana banyak pula ibu-ibu yang berjuang hidup mati demi anak-anaknya. Sungguh bijaksananya jika ia dapat berpikir seperti demikian. Namun, bukan berarti bahwa mereka yang kemudian membenci dan mendendam juga patut begitu saja disalahkan karena pengalaman dan kenyataan mengajarkannya untuk menjadi demikian.

Tengoklah pada ibu-ibu penyapu jalan yang rela bermandikan keringat dan berbedak debu dan asap tebal saban harinya demi anak-anaknya, demi perut-perut kecil yang minta diisi dan telah menanti di rumah. Bahkan, dari sebuah buku yang baru saya beli dan bahkan belum seluruhnya saya baca, dikisahkan bagaimana seorang ibu rela bekerja sebagai seorang PSK hanya demi harapan ia dapat menyekolahkan anak-anaknya hingga perguruan tinggi sehingga mereka dapat bekerja di tempat yang lebih baik dari ibunya, istilahnya agar anak-anaknya ‘jadi orang’.

Salah memang cara yang dilakukan ibu itu. Tapi cobalah lihat dari sisi lain, bagaimana ia mengorbankan harga dirinya demi menjadi sosok ibu yang ‘bisa dibanggakan’ oleh anak-anaknya meski mungkin anak-anaknya tak akan pernah berbangga hati bahkan mungkin akan membencinya seumur hidup jika tahu bahwa ibunya seorang PSK.



“Kasih sayang seorang ibu seperti halnya matahari. Tak sepanjang waktu ia berjaga demi orang-orang yang selalu mengharapkannya dan menjadikan dunia sepenuhnya siang yang terang. Tapi adakalanya pula ia bersembunyi di balik pekatnya langit malam dan enggan membagi sinarnya untuk semesta, memilih mengenggam sinarnya hanya untuknya seorang. Kasih sayang ibu selayaknya matahari, ada saatnya ia terbit, ada kalanya pula ia tenggelam, untuk terbit di kembali di keesokan harinya. Kasih sayang seorang ibu bagai perjalanan sekuntum bunga. Ia bermula dari kuncup kecil yang membesar seiring waktu. Hingga tepat saatnya, kuncup mungil itu akan mekar sebagai bunga yang indah, memberikan kedamaian dan kebahagiaan bagi orang-orang di sekitarnya. Tapi, seiring waktu yang terus bergulir, mungkin kau akan melihatnya layu dan mati. Tanpa ada yang tersisa, hanya meninggalkan kenangan atau mungkin tak pernah benar-benar ingin kau kenang dan kau pilih untuk melupakannya.”


Sedikit tulisan ini saya persembahkan untuk seorang wanita yang sangat berarti dalam kehidupan saya yang telah pergi terlalu cepat…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar