Kamis, 18 Maret 2010

KETIKA DUNIA MAYA MERAJAI PERADABAN

Beberapa tahun belakangan, terutama sejak tahun 2000 an, perkembangan teknologi terutama di bidang teknologi informasi berlangsung dengan sangat pesat. Di tangan para pakar teknologi, munculah fasilitas internet yang dapat diakses oleh segala kalangan masyarakat mulai dari tua, muda hingga anak-anak. Begitupun dengan kalangan sosial ekonomi, dari kalangan atas hingga menengah ke bawah dapat dengan mudah menggunakan fasilitas ini ditambah dengan menjamurnya bisnis warnet yang murah meriah.

Dengan perkembangan teknologi informasi ini, internet, dapat mempermudah urusan semua manusia di seluruh belahan dunia. Tak perlu lagi membeli buku yang harganya puluhan bahkan ratusan ribu untuk mendapatkan informasi. Cukup dengan membuka internet dan mengetik kata kunci, informasi dengan cepat tersedia begitupun yang terkait dengan ilmu pengetahuan.
Kemudian muncul pula trend chatting melalui jejaring sosial Friendster yang terutama menjadi candu bagi para remaja. Bahkan beberapa remaja mengatakan tak gaul jika tak chattingan. Semua orang dari semua tempat di dunia ini dapat saling menjalin interaksi melalui trend chatting ini. Trend ini semakin didukung dengan promo dari berbagai provider yang memberikan layanan murah meriah untuk chatting maupun internetan melalui handphone.

Lebih muda dari Friendster, Facebook memulai debutnya di dunia jejaring sosial. Jejearing sosial ini menjadi semakin popular setelah presiden Amerika terpilih, Barack Obama, melakukan kampanyenya melalui jejaring ini. Tak ayal, sebagian besar masyarakat ini pun kemudian ikut terbawa dalam trend facebook. Bahkan, di Indonesia, para politikus juga ikut menggunakan facebook untuk kampanye parpolnya guna meraup simpati jelang pemilihan umum. Maklum saja, begitu banyak masyarakat terutama dari kalangan anak muda yang notabene adalah para pemilih muda dalam pemilu yang akan diselenggerakan, yang bergabung dengan jejaring ini.

Setelah facebook muncul pula Twitter yang juga semakin digemari orang. Itulah sedikit fenomena yang terjadi terutama di Indonesia. Bahkan di salah satu liputan berita di televisi nasional,Indonesia menempati posisi ke dua setelah Amerika dalam hal jumlah pengguna situs jejaring facebook. Waow…ini pasti sangat luar biasa. Meski dalam bidang teknologi, pendidikan, kesehatan, maupun ekonomi Indonesia belum bisa dibandingkan dengan negara adidaya sebesar Amerika, tapi dalam hal pengguna Facebook, Indonesia bisa duduk di tangga dekat Amerika.

Tak bisa dipungkiri, jejaring sosial seperti ini memang memberikan banyak manfaat di antaranya menjalin kembali komunikasi dengan teman-teman yang tersebar di berbagai belahan dunia. Bukankah menjalin tali silahturahmi merupakan hal yang positif? Selain itu banyak pula generasi muda yang kreatif yang menggunakan Facebook ini sebagai sarana promo barang-barang dagangan. Maklum saja, promo melalui Facebook memang sangat menguntungkan mengingat situs ini dapat diakses gratis, memiliki begitu banyak pengunjung, dan yang pasti sedang menjadi trend.

Tapi sayang seribu sayang, kepopuleran berbagai situs jejaring sosial ini ternyata juga diikuti dengan serentetan dampak negatif yang dialami para penggunanya terutama pada mereka yang belum dapat menyikapi kemajuan teknologi informasi ini dengan bijak. Apalagi dengan jumlah pengguna di Indonesia yang sangat banyak, ini artinya dampak-dampak negatif juga sangat mungkin meminta korban yang lebih banyak pula.

Beberapa berita di televisi belakangan ini sibuk mewartakan berbagai kasus kriminal terkait dengan penyalahgunaan situs jejaring sosial. Mulai dari membawa lari gadis di bawah umur hingga prostitusi remaja. Bahkan, empat orang murid sampai dikeluarkan dari sekolahnya karena memaki-maki gurunya dengan kata-kata kotor yang tak pantas melalui situs pertemanan ini. Pada kasus yang lain, seorang remaja putra menyebarkan foto-foto tak senonoh mantan pacarnya di Facebook karena tak terima setelah diputus.

Namun, pada lain situasi, Facebook telah menjadi sarana pengumpul koin-koin peduli Prita yang banyak menarik perhatian masyarakat hingga terkumpulah koin lebih dari setengah milyar untuk keadilan. Demikian juga dalam kasus Bilqis, bocah yang mengidap kelainan hati. Facebook tak dipungkiri telah membantu banyak orang yang membutuhkan melalui galangan simpati masyarakat dengan cepat.

Di lain pihak, beberapa ulama telah memfatwakan haram untuk facebook. Fatwa ini dapat dimengerti mengingat dampak buruk yang dapat ditimbulkannya. Tetapi, apakah ini adalah solusi yang tepat jika masih banyak pula manfaat yang bisa diambil dari situs pertemanan ini? Jangan sampai, alih-alih mencegah dampak buruk dari situs jejaring sosial, malah akan menghambat kemajuan teknologi dan membatasi kreativitas para remaja. Biar bagaimanapun, segala sesuatu, apalagi yang dibuat manusia, pasti memiliki dampak positif sekaligus dampak negatif. Ini seperti dua sisi mata uang logam yang tidak mungkin dipisahkan. Yang terpenting adalah bagaimana menghandle kedua dampak ini secara bersamaan.

Beranjak dari semua fenomena itulah, perlu direnungkan kembali solusi yang lebih bijak untuk meredam dampak negatif dari situs jejaring sosial tanpa harus mengkebiri kemajuan teknologi informasi. Kendati teknologi sudah mampu menyediakan berbagai kebutuhan, para remaja khususnya, sebagai pengguna terbanyak situs jejaring soial, tetap saja memerlukan pendampingan dari orang dewasa yang bijak. Kondisi psikologis remaja yang relatif labil dan mudah terpengaruh hal-hal negatif dari pergaulan, memudahkan mereka terjebak dalam sisi buruk dunia maya.

Para orang tua ataupun para orang dewasa hendaknya tidak menutup mata dan telinga dengan kemajuan teknologi dan membiarkan begitu saja putra dan putrinya berselancar begitu bebas di dunia maya. Sudah saatnya para orang tua dan orang dewasa lainnya turut mengamati dan mengikuti perkembangan teknologi agar dapat lebih waspada dengan bahaya yang timbul yang mungkin belum dimengerti oleh anak-anak maupun remaja.

Menyangkut prostitusi remaja melalui situs jejaring sosial, ini bukanlah semata-mata kesalahan situs jejaring sosial tersebut maupun para penggunanya. Dalam kasus ini nampak bahwa para remaja ini belum matang secara psikologis sehingga tidak dapat mengintegrasikan perilakunya agar sesuai dengan norma sosial, norma hukum, dan norma agama. Penting bagi para orang tua maupun orang dewasa yang bertanggungjawab atas para remaja baik yang telah diketahui sebagai pelaku prostitusi maupun yang terlihat masih baik-baik saja, untuk menanamkan pemahaman mengenai makna hidup yang tidak hanya dinilai dari gelimang materi dan trend pergaulan bebas, namun lebih pada kualitas pribadi seseorang.

Orang tua juga perlu memposisikan dirinya sebagai teman diskusi bagi anak-anak mereka yang masih remaja ini karena para remaja ini sedang mengalami masa transisi dari masa anak-anaknya ke masa dewasa dan juga sedang melakukan pencarian jati diri. Dalam proses transisi ini, remaja kerap menemukan norma yang diajarkan dalam keluarga selama masa anak-anak mereka mungkin tidak selamanya sesuai dengan kenyataan maupun berbeda total dengan norma yang dianut rekan-rekan dalam komunitasnya. Padahal, pada masa ini pula, remaja cenderung lebih lekat pada teman-teman sebayanya daripada dengan keluarga. Apalagi jika para remaja menilai keluarganya terutama orang tua sebagai orang tua yang kolot yang tak mampu dan tak mau memahami mereka. Oleh karenanya, penting untuk bisa menjadi teman diskusi bagi anak yang sedang menikmati masa remajanya.

Dengan memposisikan diri sebagai teman diskusi, para remaja ini akan lebih nyaman dalam mengeluarkan keluh kesahnya dan dalam mencari jawaban atas keingintahuan dan rasa ingin mencoba yang begitu besar dalam diri mereka, sehingga mereka tidak melakukan ‘coba-coba’ di luar maupun menjadi bahan ‘percobaan’ orang-orang yang tidak bertanggungjawab yang bisa mengekploitasi keremajaan mereka terutama secara seksual.

Dengan memberikan pendampingan yang maksimal dan demokratis, bukan sikap otoriter yang begitu membatasi ruang gerak anak maupun sikap permisif yang membolehkan semua yang anak mau, diharapkan para remaja ini akan memiliki pemahaman yang cukup dan benteng moral spiritual yang kokoh sebagai bekal menghadapi berbagai fenomena dalam kehidupan yang seringkali begitu menggoda iman dengan tawaran kesenangan duniawi yang menggiurkan.

(Tulisan ini pernah dikirimkan di Harian Kompas tapi sudah dikonfirmasi tidak dimuat sehingga penulis terbitkan di blog penulis)