Jumat, 07 Oktober 2011

SIAPA YANG SEDANG BERBOHONG??

Berbohong? Siapa yang sepanjang hidupnya tak pernah sekalipun berbohong? Tolong jawab yang jujur, jangan bohong ya. Yup, bohong, berbohong, membohongi, dibohongi, pasti sudah akrab dalam kehidupan kita sehari-hari. Kebohongan selalu menyentuh interaksi dua orang atau lebih. Bahkan, banyak dari kita yang pasti pernah atau mungkin sering berusaha membohongi diri sendiri. Lalu, untuk apa berbohong? Mengingkari kenyataan pahit yang jauh dari harapan? Mungkin. Mencari simpati orang lain? Mungkin juga. Meningkatkan gengsi di mata orang lain? Hmm…mungkin. Atau karena kejujuran kerap menyakitkan? Bisa jadi.

Untuk alasan apapun, bohong tetap saja bohong. Semua pasti setuju, pada dasarnya bohong itu tidak baik. Tapi karena satu dan lain hal, berbohong terpaksa dilakukan. Ups, meski ada juga lho, bohong yang jadi kebiasaan, bohong sehari-hari. Saking seringnya berbohong, orang di sekitarnya atau bahkan dirinya sendiri, sulit membedakan mana yang benar dan mana yang kebohongan. Yuk, kita ulas sedikit tentang seluk beluk bohong.

Mengapa mesti berbohong?

Setidaknya, ada tiga faktor yang membuat seseorang berbohong:

1. Kepribadian

Ternyata, ada lho kepribadian tertentu yang membuat seseorang jadi hobi berbohong. Istilah pseudologia fantastica biasa digunakan untuk menyebut orang-orang yang melakukan kebohongan jauh lebih banyak dari orang kebanyakan. Sedangkan mythomania, adalah istilah untuk kecenderungan patologis untuk secara suka rela dan sadar berbohong dan membuat cerita khayalan. Para penderita mythomania memiliki kecenderungan yang sangat kuat untuk membuat cerita bohong pada orang lain namun bukan karena ingin membohongi. Mereka bercerita bohong lebih dikarenakan keinginan untuk mendapatkan perhatian yang lebih.

Berbeda dengan mythomania yang merupakan kecenderungan patologis, banyak ilmuwan psikologi sepakat bahwa memang terdapat beberapa kepribadian tertentu yang membuat si empunya suka berbohong, yaitu mereka yang cenderung memiliki kepribadian manipulatif atau lebih suka memanipulasi segala sesuatu, kepribadian yang memiliki kecenderungan besar memperhatikan penampilan diri baik fisik maupun psikis, dan kepribadian sociable atau lebih mudah berinteraksi dengan orang lain. Tapi, tentu saja, tidak semua orang yang memiliki kepribadian tersebut kemudian menjadi seorang ahli bohong lho. Jadi, jangan sembarang tuduh ya.

2. Konteks Sosial

Pernahkan Anda berada pada situasi yang tidak memungkinkan untuk berkata jujur sehingga mau tak mau Anda mesti berbohong? Ya, seperti itulah konteks sosial kadang memaksa seseorang untuk berbohong. Banyak sekali situasi yang membuat orang akhirnya berbohong karena kejujuran pada situasi tersebut mungkin tak berakibat baik. Salah satunya, pada situasi-situasi yang menuntut penghiburan. Misal, seorang kerabat ada yang sedang sakit parah. Anda tahu bahwa prediksi dokter usianya sudah tinggal menghitung hari. Ketika si kerabat itu berkeluh kesah pada Anda tentang apakah masih ada kemungkinan baginya sembuh, tentu Anda tak sampai hati bukan untuk dengan lugasnya mengatakan bahwa usianya tinggal hitungan hari?

3. Manfaat

Ya, asas manfaat juga mendasari keputusan seseorang untuk berbohong. Pada hakikatnya, manusia mana yang tak suka manfaat? Meski mungkin hanya manfaat jangka pendek sekalipun. Dengan mempertimbangkan manfaat yang akan diperoleh dari berbohong, seseorang mungkin akan terhindar dari reaksi atau situasi tak menguntungkan. Meski suatu saat nanti, kalau yang dibohongi tahu kebenaran yang sesungguhnya, tentu ia akan kena getahnya. Tapi, paling tidak, berbohong telah memundurkan saat tak mengenakkan itu datang. Ya, itung-itung mempersiapkan diri dulu.

Manfaat di sini, bisa manfaat untuk diri sendiri bisa juga untuk orang lain yang dikasihi, yang dilindungi, dan sebagainya. Manfaat untuk diri sendiri misalnya berbohong membuat seseorang terlindung dari kemungkinan kehilangan pekerjaan atau posisi tertentu, membuat dirinya lebih diterima dalam suatu komunitas, terlindung dari konflik, membuatnya nampak lebih mengesankan dalam penilaian orang lain, dan masih banyak lagi. Sementara manfaat untuk orang lain misalnya melindungi orang lain dari perasaan terluka, membangkitkan emosi positif orang lain yang tengah terpuruk, menyelamatkan orang lain, dan sebagainya.

Yang mana pun yang menjadi dasar Anda berbohong, baiknya jangan sering-sering berbohong ya. Terlepas dari alasan apapun, berbohong akan menyangkut reputasi Anda di mata orang lain lho. Jangan sampai orang-orang kehilangan kepercayaannya pada Anda karena kebiasaan Anda berbohong. Dilihat dari sisi orang yang menjadi korban kebohongan Anda, dibohongi itu rasanya seperti dibodohi lho, dipecundangi bahkan. Siapa sih yang suka dibodohi apalagi dipecundangi? Jadi, baiknya jujur saja. Kalau jujur terlalu berat, rasanya diam lebih baik bukan?

Lalu, untuk yang sudah jengah jadi korban kebohongan atau yang tak ingin dibohongi, ada tidak sih, cara-cara untuk mendeteksi apakah seseorang sedang berusaha mengecoh kita? Ini dia bahasa non verbal yang patut kita perhatikan untuk menangkis serangan si pembohong:

1. Perubahan Ekspresi Mikro

Perubahan ekspresi mikro adalah satu gejala yang sangat berguna untuk mendeteksi ada tidaknya kebohongan. Perubahan ekspresi mikro ialah perubahan ekspresi wajah yang hanya berlangsung sepersekian detik. Reaksi ini muncul di wajah segera setelah hadirnya emosi tertentu yang sulit disembunyikan. Misalnya, ketika Anda menanyakan sesuatu pada seseorang. Amati perubahan ekspresi pada wajah lawan bicara Anda. Jika Anda menangkap satu ekspresi saja, misalnya kening berkerut, yang segera diikuti ekspresi lainnya, misalnya tersenyum, bisa jadi dia sedang berbohong.

2. Ketidaksesuaian Antarsaluran (Interchannel Discrepancies)

Ketidaksesuaian antarsaluran adalah bentuk inkonsistensi antarpetunjuk non verbal dari berbagai saluran komunikasi yang berbeda di mana seseorang kesulitan untuk mengontrol semua saluran komunikasi tersebut pada satu waktu yang bersamaan. Misalnya, ketika seseorang berdusta, bisa saja ia mengatur ekspresi wajah atau mimik mukanya sedemikian rupa untuk mengecoh kita namun ia sulit untuk menatap mata kita.

3. Aspek Non Verbal dari Ucapan

Amati aspek non verbal dari ucapan lawan bicara Anda. Seseorang yang sedang berdusta nada suaranya kerap meninggi, cara bicaranya sering ragu-ragu, dan seringkali terjadi salah ucap.

4. Kontak Mata

Orang yang sedang bicara bohong, mengedipkan mata lebih sering disertai pupil mata yang melebar dibandingkan orang yang berkata jujur. Mereka juga sering kesulitan untuk mempertahankan kontak mata dengan lawan bicaranya atau malah sangat mampu, saat mencoba berpura-pura jujur dengan cara menatap langsung mata orang yang sedang dibohonginya.

5. Ekspresi Wajah Berlebihan

Ekspresi-ekpresi wajah yang berlebihan atau over, bisa juga dijadikan detektor kebohongan. Senyum yang lebih lebar dari biasanya dan kesedihan yang berlebihan misalnya. Contoh yang paling sering saat seseorang berkata ‘tidak’ ketika Anda mintai tolong dan kemudian ia menampilkan penyesalan yang luar biasa. Atau sebaliknya, ketika Anda memberitakan kesuksesan yang Anda raih, lalu seseorang tertawa lebar-lebar dan menampilkan ekpresi kebahagiaan yang teramat sangat mendengar kesuksesan Anda, bisa jadi yang sesungguhnya ia rasakan adalah sebaliknya.

Eits, jangan keburu-buru praktekinnya ya. Perlu latihan juga biar kita tak salah tafsir dengan bahasa non verbal yang orang lain tampilkan dan agar kita bisa lebih peka dengan perubahan-perubahan non verbal. Ingat lho, seringkali karena kita terlalu semangat mendekteksi apakah seseorang sedang berusaha membohongi kita atau tidak, kita malah jadi terfokus dengan kata-kata yang diucapkannya bukan pada bahasa non verbalnya. Padahal, bahasa atau ekspresi non verbal inilah yang sangat sulit untuk dikontrol kebanyakan orang dan oleh karenanya bisa jadi pendeteksi jitu kebohongan. Nah, kalau sudah mahir mengamati bahasa non verbal orang lain, nggak perlu lagi jadi korban kebohongan kan? Eh, satu lagi, kalau Anda sering dibohongi baik oleh satu orang atau banyak orang, introspeksi diri juga ya, barangkali mereka berbohong di depan Anda karena mereka tahu karakter Anda yang tak toleran dengan kenyataan yang pahit sekalipun itu sebuah kejujuran sehingga mereka terpaksa berbohong sekedar untuk menyenangkan hati Anda atau menghindari kemarahan Anda. Oke, selalu waspada dan jangan lupa introspeksi diri ya karena kebohongan tidak hanya terjadi karena ada niat dari pelakunya tapi juga karena adanya kesempatan, hehehe…

(dari berbagai sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar