Jumat, 07 Oktober 2011

AKU MENULIS MAKA AKU ADA

Rene Descartes populer karena slogan hidupnya, yaitu ‘Aku berpikir maka aku ada’. Slogan sederhana namun menginspirasi manusia di dunia. Dengan berpikir, manusia menunjukkan eksistensinya. Tapi, berpikir saja tak cukup. Dunia perlu tahu. Bagaimana caranya? Ya, manusia perlu berkarya, dan menulis adalah salah satunya. Maka, jika pepatah mengatakan ‘Gajah mati meninggalkan gading’ bolehlah saya memodifikasinya menjadi ‘Manusia mati meninggalkan tulisan’.

Dunia ini dibangun dengan tulisan. Banyak peperangan berdarah yang diakhiri dengan damai melalui perjanjian tertulis. Bangsa ini juga memperoleh kemerdekaannya melalui selembar tulisan yang disebut naskah proklamasi. Dari tulisan pula, sebuah rezim bisa terguling, seperti pemerintahan orde baru yang menggeser orde lama berbekal Surat Perintah 11 Maret. Pun demikian dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Jagat raya ini akan tetap gelap gulita sekiranya tak ada publikasi tertulis karya Thomas Alfa Edison dengan penemuan lampu pijarnya. Penyelidikan ilmiah mengenai benua yang hilang, Atlantis, juga dimulai dari tulisan Plato tentang perjalanannya ke sebuah daerah yang tak bisa diseberangi yang konon kehidupan di dalamnya seperti sebuah surga dan merupakan tempat lahirnya peradaban. Tanpa tulisan, sihir kisah cinta Romeo dan Juliet karya William Shakespere juga tak bisa abadi melintasi zaman. Tulisan pula yang mengantarkan J.K. Rowling menjadi salah satu orang paling kaya di dunia melalui novel Harry Potternya yang sempat ditolak delapan penerbit.

Menulis sudah diajarkan sejak bangku sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Sayang, menulis kerapkali hanya menyentuh permukaan dari keseluruhan maksud menulis itu sendiri. Menulis bukanlah sekedar proses fisik goresan tangan yang tanpa makna. Tulisan adalah penunjuk identitas diri. Anda adalah seperti apa yang Anda tulis. Ketika menulis, ide tulisan bisa jadi sama antara orang yang satu dengan yang lain. Namun, gaya penulisan tidak demikian. Gaya penulisan Anda hanyalah milik Anda. Meski teknik penulisannya sama dengan orang lain, gaya penulisan tidak mungkin sama karena gaya penulisan Anda adalah karakter pribadi Anda yang mewujud dalam bentuk tulisan.

Menulis juga bisa dianggap sederhana namun bisa juga kompleks. Dikatakan sederhana karena siapa sih yang tak bisa menulis? Selama seseorang melek huruf, pasti ia bisa menulis. Dikatakan kompleks karena menulis membutuhkan kemampuan untuk membangun jalur yang searah antara pikiran dan hati dengan tangan. Sebuah koordinasi yang luar biasa. Semakin baik karya yang ingin dihasilkan, pasti harus semakin mahir pula kemampuan untuk mengkoordinasikan tiga hal tersebut, dan ini akan tercapai seiring dengan latihan dan pengalaman. Masalahnya, banyak orang yang tergagap belajar menulis sebuah karya setelah usia kelewat dewasa bahkan tua, setelah pensiun dari tempat kerja atau setelah karya tulis menjadi salah syarat kenaikan jabatan. Perasaan tak berbakat sering menimbulkan keragu-raguan saat hendak menulis dan ketiadaan waktu sering dijadikan alasan urungnya menulis.

Bagaimana Cara Menjadi Penulis yang Baik?

Latihan menulis sebuah karya sebenarnya bisa dimulai sejak usia anak-anak dalam bentuk karya yang paling sederhana sekalipun, seperti curahan hati dalam buku diari, menulis surat atau menulis ucapan selamat ulang tahun. Meski sederhana, dari sini anak mulai belajar menemukan kata yang tepat dan merangkainya menjadi satu kesatuan yang bermakna. Semakin awal seseorang belajar menulis, diharapkan semakin awal pula ia mampu menghasilkan karya tulis berkulitas tinggi. Kalau soal waktu, sebenarnya menulis tak selalu membutuhkan banyak jam dan tempat yang tenang. Jika gudang ide sudah terisi maka menulis sebuah karya bisa berlangsung secara kilat seperti mengendarai mobil di jalan tol.

Meski pada akhirnya, menulis sebuah karya merupakan pilihan pribadi, acungan jempol deh untuk para orang tua yang memfasilitasi putra dan putrinya untuk belajar menulis sejak usia dini, entah menulis pengalaman-pengalaman menariknya, cerita pendek atau puisi. Tapi, ini bukan berarti tak ada kesempatan untuk yang lebih dewasa belajar menulis. Pertanyaan yang muncul ialah, bagaimana caranya menjadi penulis yang baik? Jika untuk menjadi seorang pembicara yang handal maka perlu menjadi pendengar yang baik terlebih dahulu, maka untuk menjadi penulis yang baik perlu menjadi pembaca yang baik pula. Bisa dibilang, menulis dan membaca adalah dua sisi mata uang yang tak terpisahkan. Membaca dapat memicu kreativitas. Buku mengajak pembacanya membayangkan dunia beserta isinya, lengkap dengan segala kejadian, lokasi, dan karakter. Bayangan yang melekat dalam pikiran, membangun sebuah bentang ide dan perasaan yang menjadi dasar lahirnya ide-ide kreatif.

Bentangan ide dan perasaan inilah yang menjadi modal menulis di kemudian hari. Semakin banyak bahan yang dibaca berarti akan semakin kaya pula ide-ide yang mengisi pikiran dan semakin beragam gambaran perasaan yang dimiliki sehingga ketika saat menulis tiba, gagasan-gagasan akan mengalir lebih lancar diimbangi dengan refleksi rasa yang lebih kuat sehingga tulisan tidak terasa garing dan asal tempel tanpa membentuk sebuah kesan yang mendalam bagi pembacanya dan gagal menyampaikan pesan yang sesungguhnya ingin diutarakan penulis kepada pembaca.

Banyak membaca tak hanya berlaku bagi orang dewasa yang ingin belajar menulis. Anak-anak pun perlu dibiasakan. Saat berusia empat tahun, anak berada dalam periode suka meniru perbuatan orang tuanya tanpa terkecuali. Jadi, jika orang tua suka membaca, anak juga akan melakukan hal yang sama. Jika sejak kecil anak sudah dibiasakan dengan bacaan misalnya sastra, ini sama halnya dengan mendekatkan anak dengan kehidupan manusia. Membaca karya sastra seperti cerpen, puisi, dan lain-lain membuat seseorang belajar banyak hal termasuk belajar memuliakan perasaan. Selain bacaan-bacaan fiksi, mendekatkan anak pada bacaan nonfiksi juga akan mengasah ketajaman rasio dan daya analisis anak di samping tentunya semua bacaan akan memperkaya khasanah wawasan anak selama bacaan tersebut sesuai dengan umurnya.

Manfaat Menulis

Terlepas dari jenis tulisan apa yang dihasilkan, apakah fiksi atau non fiksi, dan apakah tulisan akan dipublikasikan atau hanya disimpan untuk diri sendiri, menulis memberikan banyak manfaat baik untuk anak-anak, remaja, maupun dewasa, di antaranya:

1. Menulis membantu kita menemukan siapa diri kita sebenarnya.

2. Waktu menulis, kita mendengar suara unik yang hanya kita miliki.

3. Sewaktu menulis, kita mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang kita punya selain juga menemukan pertanyaan baru untuk dipertanyakan sehingga ilmu kita akan semakin meningkat.

4. Menulis akan mengembangkan kreativitas.

5. Kita dapat berbagi dengan orang lain melalui tulisan.

6. Menulis memberi kita wadah untuk menyalurkan rasa marah, takut, sedih, serta perasaan-perasaan lain yang membuat kita terluka sehingga menulis bisa membantu kita menyembuhkan luka-luka emosional yang kita alami.

7. Menulis membantu kita menyatukan pikiran dan perasaan serta mengungkapkannya dalam kata-kata yang runtut dan mudah dipahami orang lain.

8. Jika dipublikasikan, menulis bisa menjadi sumber penghasilan.


Jadi, jika Anda mempunyai ide-ide cemerlang jangan ragu untuk menuangkannya dalam tulisan. Begitu ide itu muncul, segeralah mendokumentasikannya dalam tulisan tangan atau di komputer sebelum ide itu ditenggelamkan oleh mood yang berubah. Jika ide, pengetahuan atau pengalaman itu bermanfaat untuk orang lain, jangan segan untuk mempublikasikannya entah dalam bentuk buku atau publikasi yang lain dan jadikan tulisan Anda sebagai bukti eksistensi Anda. Mungkin, orang-orang di seluruh dunia tengah menunggu untuk belajar dari ide, pengetahuan, dan pengalaman Anda.

Boleh saja, orang-orang di luar sana tak mengenal Anda secara pribadi. Biar saja, jarak ribuan bahkan jutaan kilometer memisahkan Anda dari orang lain. Tapi, biarkan karya Anda dikenal dan diingat ribuan orang di luar sana, karya ilmiah Anda dijadikan bahan referensi yang mengantarkan mereka memperoleh gelar akademis atau karya fiksi Anda dijadikan penghibur hati yang lara. Dengan begitu, Anda akan menjadi sosok yang jauh di mata namun dekat di hati banyak orang di berbagai pelosok negeri dan di berbagai belahan dunia. Sulit? Tidak juga, Anda cukup memulainya dengan slogan hidup, ‘Aku menulis maka aku ada’.

(dari berbagai sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar